Senin, 21 April 2014

Kewajiban Masyarakat Indonesia Untuk Beralih Ke Transportasi Umum

2014 menjadi tahun dimana pembangunan infrastruktur di selurun Indonesia kembali dimulai. Mulai banyak statement yang mempengaruhi segala perubahan. Salah satu perubahan tersebut yaitu muncul suatu kebijakan bahwa “masyarakat Indonesia harus beralih ke kendaraan atau transportasi umum”. Hal tersebut ditujukan agar lalulintas menjadi tertib dan mengurangi kemacetan. Jelas jika hal tersebut muncul pro dan kontra di dalam lingkungan dan kegiatan bermasyarakat.

Mengurangi kemacetan?

Hal ini digagas oleh Gubernur Jakarta (jokowi) untuk menerapkan kebijakan berkendara umum. Mungkin hal tersebuat bisa dilaksanakan, namun masih banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan. Dalam berbagai pendapat, kemacetan akan berkurang jika semua rakyat indonesia menggunakan kendaraan umum, dan mengurangi penggunaan mobil pribadi.
Hal tersebut kurang konkrit dengan keadaan yang sekarang, karena bisa dilihat dari realitanya bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif, mobil menjadi suatu kebutuhan premier bukan lagi tersier. Sifat mereka tidak bisa dihentikan dengan cepat walaupun jika dibuat undang – undang. Terlebih bisa kita lihat kendaraan umum lah yang mendominasi kemacetan misalnya saja di Jakarta, kendaraan umum tidak teratur karena banyak yang menaiki dan menurunkan penumpang disembarang tempat atau di pinggir jalan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Jumlah Penumpang VS Armada Angkutan Umum

Dari statistik departemen perhubungan angkutan darat bahwa penumpang dengan jumlah armada yang ada yaitu 2:1. Hal tersebut tidak memungkinkan jika kebijakan terseb ut dilaksanakan, karena bagaimana untuk mengangkut sebagian lagi? Itu masih menjadi masalah yang seharusnya pemerintah pertimbbangkan sebelum membuat kebijakan.

Masalah Menggunakan Transportasi Umum

Masalah angkutan umum masih cukup banyak yaitu :
  1. Efisiensi Waktu, Jarak, dan Biaya

Hal ini berkaitan dengan jarak tempuh dan waktu yang dibutuhkan jika kita menggunakan angkutan umum. Dilihat dari lokasi, tidak semua wilayah memiliki aksees angkutan umum yang mudah, contohnya saja kita harus turun-naik mobil 3-4 kali untuk sampai ke tempat tujuan dan itu pasti memelukan biaya yang lebih besar dibandingkan kita naik kendaraan pribadi.
2.      
  1.  2. Ketidaknyamanan dan Keamanan


Lihat keadaan angkutan umum sekarang, terlihat penuh. Desak-desaakan, panas, dsb. Itu membuat tidak nyaman, dibandingkan jika kita naik keandaan pribadi, lebih nyaman. Dari segi keamanan juga di kendaraan umum banyak sekali terjadi kejahatan, mulai dari pencopetan, pelecehan seksual, dan kejahatan lainnya yang terjadi di kendaraan umum.

  1. 3.     Ketidaklayakan kendaraan umum

Kondisi fisik kendaraan umum sendiri bisa dikatakan tidak layak, dengan bentuknya terlihat sudah tua, kotor, kaca pecah, suara mesin yang bising, dan asap kendaraan yang hitam.

Hal-hal diatas perlu diperbaiki dan dibenahi sebelum kebijakan-kebijakan dari pemerintah dibuat, sehingga kebijakan tersebut bukan hanya suatu narasi yang harus dilihat dan diabaikan, tetapi di patuhi dan dilaksanakan. Sehingga masyarakat Indonesia percaya dan mau beralih ke kendaraan umum.


Rabu, 02 April 2014

PUBLIC ENEMY?


Ketika kita melamar disuatu perusahaan, saat interview pasti tersurat pertanyaan, “apakah anda bisa dan siap bekerjasama dalam tim?”
Secara tidak langsung, entah alasan apapun yang coba kita lontarkan, pada akhirnya itu kita pasti menjawab “IYA”.
Dengan hal itu maka kita harus siap ditempatkan dalam suatu tim, tanpa tahu keadaan setiap subjek didalamnya seperti apa dan nantinya akan bagaimana.
Hingga suatu ketika satu orang diantara kita adalah seseorang public enemy di perusahaan. Sebagai rekan satu tim, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana menanggapi keadaan tersebut?

PUBLIC ENEMY
Public enemy, iya mungkin kita pernah atau sering sekali mendengar dua kata tersebut. Public enemy merupakan seseorang atau orang-orang yang bisa sengaja atau tidak sengaja melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh suatu kelompok tertentu. Dalam dunia kerja, pasti ada seseorang yang menjadi public enemy. Bila melihat kasusnya, kita terfokus pada perilaku individu si karyawan tersebut. Contohnya saja ketika seorang karyawan, sebut saja Amir di musuhi (enemy) oleh karyawan lainnya di salah satu perusahaan karena dipandang memiliki Attitude yang kurang atau tidak baik. Sebagai rekan kerja satu tim kita pasti akan melakukan suatu tindakan antara mengacuhkan Amir, meninggalkan Amir, atau membantu Amir untuk mengubah pandangan rekan kerja lainnya yang sudah terlanjur menjadi “Public Enemy” di lingkungan kerja perusahaan ditempat ia bekerja.
Sebagai teman rekan kerja yang baik, seharusnya dan sudah semestinya membantu Amir untuk merubah dirinya agar tidak lagi dimusuhi oleh rekan kerjanya. Ini merupakan konflik yang diidentifikasi sebagai konflik individu dengan kelompok. Yaitu ketika seseorang menjadi pusat dari suatu permasalahan atau dianggap menjadi masalah oleh kelompok tertentu. Kondisi ini tidak mungkin dibiarkan begitu saja, karena layaknya sistem yang saling berkaitan hal tersebut akan mengganggu rekan kerja tim lainnya. Hal-hal yang dapat kita lakukan yaitu :
1.       Identifikasi penyebab enemies ini muncul
Enemies (musuh) muncul karena timbul persepsi dari beberapa orang atau kelompok bahwa Amir memiliki Attitude yang buruk. Telah diketahui bahwa persepsi itu muncul terkadang hanya dari satu individu, dan individu lainnya meyakinkan dan menjadi suatu pendapat yang dibenarkan, padahal tidak sepenuhnya seperti itu. Itu hanyalah asumsi, dan dibutuhkan penelitian dengan melakukan pendekatan-pendekatan lainnya untuk mengetahui kenyataan yang sebenar-benarnya, apakah rumor yang beredar sesuai dengan perilaku si Amir.
2.       Melakukan Pendekatan-pendekatan
Pendekatan yang memang biasa dilakukan dalam penyelesaian konflik individu yang artinya masalah antara si Amir dengan masing-masing teman satu kelompok yang harus diidentifikasikan. Pendekatan secara personal, yaa itu yang harus dilakukan, yaitu seseorang yang dekat dengan Amir dan Amir mempercayainya, agar Amir dapat bercerita seluas-luasnya dan yang sebenar-benarnya sehingga terbuka fakta-fakta apa yang Amir rasakan dan apa yang dialaminya sekarang. Ketika rumor tersebut ternyata benar maka ini tugas rekan kerja satu timnya untuk berusaha mengubah perilaku Amir dengan menggunakan psikologi kognitif/pola pikir manusia yaitu berupa pemberian informasi-informasi lewat gambaran atau lewat berbagai pengalaman yang secaara tidak langsung akan sampai pada alam bawah sadarnya sehingga apa yang disampaikan dapat terekam dalam memori nya.
Dalam psikologi kognitif disini kita juga memberikan nasehat dan solusi yang terkadang pada akhirnya memberikan pilihan kepada Amir yaitu:
1.       Merubah perilaku keseluruhan dalam dirinya secara langsung
2.       Mengubah secara perlahan-lahan perilakunya agar nama baiknya kembali seperti semula
3.       Tidak melakukan apa-apa dengan resiko A,B,C, D dan sebagainya
4.       Berhenti dari pekerjaannya dan akan memberikan dampak A,B,C,D dan sebagainya.
Ketika pendekatan telah dilakukan, keberhasilan tidak dapat diketahui secara langsung dan cepat, namun hal yang telah kita lakukan kembali pada diri Amir sendiri dan kita hanya berusaha terus melakukan evaluasi.
3.       Membantunya keluar dari kata “public enemy”
Setelah Amir memutuskan untuk berubah secara perlahan-lahan karena ia sadar apa yang dilakukan merupakan suatu kesalahan, maka kita sebagai rekan kerja berusaha untuk membersihkan nama baiknya, hingga kata-kata public enemy itu hilang dari diri Amir.


Dalam buku Get Out of Your Own Way: Overcoming Self-Defeating Behavior, Dr. Mark Goulston, M.D, menulis bahwa "diri sendiri"  perilaku adalah alasan utama orang untuk berkonsultasi kepada psikolog:
“Nothing drives us crazier – or makes us hate ourselves more – than to realize we’ve been keeping ourselves from gaining the love, success and happiness we want in our lives … It works against our own best interests. It defies our deepest desires. It creates more problems than it solves. That’s why, when you catch yourself at it, you want to scream in exasperation, ‘I can’t believe I did that again! I should have known better! I’m my own worst enemy.’"











 sourced 



;;

By :
Free Blog Templates